BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kita
hidup di dunia berkaitan dengan tanda dan diri kitapun bagian dari tanda itu
sendiri. Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami
kehidupan. Manusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan
menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan
tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi
dengan lingkungan. Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya
orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang kebih secara tepat.
Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk
tanda (bahasa, kata). Bahasa merupakan alat komunikasi yang terpenting dalam
kehidupan manusia. Kata-kata yang dibentuk dalam bahasa diungkap melalui satu
sistem perlambangan yang dapat dipahami secara lisan maupun tulisan. Semua
ini terungkap dalam tuturan, gerak laku maupun perbuatan. Kadang-kala,
lambang-lambang yang digunakan dalam bahasa agak sukar untuk dipahami
sehingga memerlukan satu bentuk kajian
melalui disiplin tertentu. Maka, disiplin inilah yang diterapkan melalui
pendekatan semiotik. Ia adalah disiplin yang terbentuk dari hasil gabungan beberapa bidang ilmu lain termasuk
antropologi, lingusitik, psikologi, sosiologi dan lain-lain.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah
ini merupakan tugas dari mata kuliah kajian fiksi dalam menganalisis sebuah
novel berdasarkan semiotikanya. Untuk itu berikut rumusan masalah yang dibahas dalam
isi makalah:
1.
Apa Pengertian Semiotik?
2.
Apa saja kajian semiotic yang terdapat dalam novel
Bekisar Merah karya Ahmad Tohari?
3.
Bagaimana keterkaitan semiotic yang dibuat oleh
pengarang dengan kesesuaian cerita?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari makalah ini yaitu supaya mahasiswa mengetahui tentang semiotic dan dapat
menganalisis sebuah novel dari unsure semiotiknya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Semiotik
Semiotika
berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Semieon merupakan
istilah yang digunakan oleh orang Greek untuk merujuk kepada ilmu yang mengkaji
sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Inilah akar
dari terbentuknya istilah semiotik,
yaitu kajian sastra yang meneliti sistem perlambangan dan berhubung dengan
tanggapan dalam karya. Semiotik juga
dapat dikatakan sebuah disiplin ilmu umum yang mengkaji sistem perlambangan di
setiap bidang kehidupan. Ia bukan saja merangkum sistem bahasa, tetapi juga
merangkum lukisan, maupun pementasan drama. Oleh sebab itu kajian semiotik
dapat diterapkan ke berbagai bidang ilmu
dan boleh dijadikan asas kajian sebuah kebudayaan. Karena sosiologi dan
linguistik merupakan bidang kajian yang mempunyai hubungan di antara satu sama
lain, semiotik yang mengkaji sistem tanda dalam bahasa juga berupaya mengkaji
wacana yang mencerminkan budaya dan pemikiran. Justru, yang menjadi
perhatian semiotik adalah mengkaji dan mencari tanda-tanda dalam wacana serta
menerangkan maksud daripada tanda-tanda tersebut dan mencari hubungannya dengan
ciri-ciri tanda itu untuk mendapatkan makna signifikasinya
2.2 Sejarah Ringkas Semiotik
Semiotik
adalah sains yang mengkaji sistem perlambangan telah ada sejak zaman Greek,
yaitu; zaman Plato dan Aristotles. Kedua
tokoh tersebut telah memulakan sebuah teori bahasa dan makna. Namun
tidak lama selepas itu, teori ini dirasakan tidak wajar, lalu kegunaan dan
keunggulannya mula menjadi lemah. Namun,
pada abad ke 17, pendekatan semiotik mula mendapat perhatian John Locke, seorang
ahli falsafah Inggeris untuk menjelaskan doktrin perlambangan ketika
itu. Kali ini, kemunculan pendekatan semiotik berangsur-angsur
mendapat perhatian sehingga ia mula mendapat tempat di kalangan tokoh-tokoh
yang terkemuka seperti Ferdinand de Saussure (1875-1913), seorang ahli
linguistik Eropah dan Charles Sander Pierce (1839-1914), seorang ahli
falsafah Amerika pada abad ke 19. Oleh karena semiotik merupakan gabungan dari
disiplin-disiplin lain, maka selalu ada perkembangan mengenai disiplin ilmu ini
sehingga ada pada saat ini yang telah dikenalkan melalui beberapa tokoh
sebelumnya.
2.3 Teori Semiotik
A.
C.S
Peirce
Peirce mengemukakan semiotic
sebagai teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga
elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang
dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk
(merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce
terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang
muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan
sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda
adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang
dirujuk tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiotik adalah bagaimana makna
muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
B.
Ferdinand
De Saussure
Menurut
Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau
penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.
Dalam
berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek
dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure
disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan
interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure
memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan
dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier)
dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified).
Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak
dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).
C.
Roland
Barthes
Roland
Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks
pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi
kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan
makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes
meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan
pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam
teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan
Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna
sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman
kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes
meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung
Saussure.

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu
“mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada
tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem
sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang
kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu
tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi,
maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.
Misalnya:
Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena
dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian
berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin,
sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi
berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon
beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.
D.
Baudrillard
Baudrillard
memperkenalkan teori simulasi. Di mana peristiwa yang tampil tidak mempunyai
asal-usul yang jelas, tidak merujuk pada realitas yang sudah ada, tidak
mempunyai sumber otoritas yang diketahui. Konsekuensinya, kata Baudrillard,
kita hidup dalam apa yang disebutnya hiperrealitas (hyper-reality). Segala
sesuatu merupakan tiruan, tepatnya tiruan dari tiruan, dan yang palsu tampaknya
lebih nyata dari kenyataannya (Sobur, 2006).
Sebuah iklan menampilkan seorang pria lemah yang kemudian menenggak
sebutir pil multivitamin, seketika pria tersebut memiliki energi yang luar
biasa, mampu mengerek sebuah truk, tentu hanya ‘mengada-ada’. Karena, mana
mungkin hanya karena sebutir pil seseorang dapat berubah kuat luar biasa.
Padahal iklan tersebut hanya ingin menyampaikan pesan produk sebagai
multivitamin yang memberi asupan energi tambahan untuk beraktivitas sehari-hari
agar tidak mudah capek. Namun, cerita iklan dibuat ‘luar biasa’ agar konsumen
percaya. Inilah tipuan realitas atau hiperealitas yang merupakan hasil
konstruksi pembuat iklan. Barangkali kita masih teringat dengan kehidupan di
sekitar kita seperti di pasar-pasar tradisional melihat atraksi seorang penjual
obat yang memamerkan hiburan sulap kemudian mendemokan khasiat obat di hadapan
penonton? Padahal sesungguhnya atraksi tersebut telah ‘direkayasa’ agar
terlihat benar-benar manjur di hadapan penonton dan penonton tertarik untuk
beramai-ramai membeli obatnya.
E. Jaques
Derrida
Derrida terkenal
dengan model semiotika Dekonstruksinya. Dekonstruksi, menurut Derrida, adalah
sebagai alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk
kesimpulan yang baku. Konsep
Dekonstruksi yang dimulai dengan konsep demistifikasi, pembongkaran produk
pikiran rasional yang percaya kepada kemurnian realitas—pada dasarnya
dimaksudkan menghilangkan struktur pemahaman tanda-tanda (siginifier) melalui
penyusunan konsep (signified). Dalam teori Grammatology, Derrida menemukan
konsepsi tak pernah membangun arti tanda-tanda secara murni, karena semua tanda
senantiasa sudah mengandung artikulasi lain (Subangun, 1994 dalam Sobur, 2006:
100). Dekonstruksi, pertama sekali, adalah usaha membalik secara terus-menerus
hirarki oposisi biner dengan mempertaruhkan bahasa sebagai medannya. Dengan
demikian, yang semula pusat, fondasi, prinsip, diplesetkan sehingga berada di
pinggir, tidak lagi fondasi, dan tidak lagi prinsip. Strategi pembalikan ini
dijalankan dalam kesementaraan dan ketidakstabilan yang permanen sehingga bisa
dilanjutkan tanpa batas.
Sebuah gereja tua
dengan arsitektur gothic di depan Istiqlal bisa merefleksikan banyak hal.
Kegothicannya bisa merefleksikan ideologi abad pertengahan yang dikenal sebagai
abad kegelapan. Seseorang bisa menafsirkan bahwa ajaran yang dihantarkan dalam
gereja tersebut cenderung ‘sesat’ atau menggiring jemaatnya pada hal-hal yang
justru bertentangan dari moral-moral keagamaan yang seharusnya, misalnya
mengadakan persembahan-persembahan berbau mistis di altar gereja, dan
sebagainya.
Namun, Ke-gothic-an
itu juga dapat ditafsirkan sebagai ‘klasik’ yang menandakan kemurnian dan
kemuliaan ajarannya. Sesuatu yang klasik biasanya dianggap bernilai tinggi, ‘berpengalaman’,
teruji zaman, sehingga lebih dipercaya daripada sesuatu yang sifatnya
temporer.Di lain pihak, bentuk gereja yang menjulang langsing ke langit bisa
ditafsirkan sebagai ‘fokus ke atas’ yang memiliki nilai spiritual yang amat
tinggi. Gereja tersebut menawarkan kekhidmatan yang indah yang ‘mempertemukan’
jemaat dan Tuhan-nya secara khusuk, semata-mata demi Tuhan. Sebuah persembahan
jiwa yang utuh dan istimewa.
Dekonstruksi membuka
luas pemaknaan sebuah tanda, sehingga makna-makna dan ideologi baru mengalir
tanpa henti dari tanda tersebut. Munculnya ideologi baru bersifat menyingkirkan
(“menghancurkan” atau mendestruksi) makna sebelumnya, terus-menerus tanpa henti
hingga menghasilkan puing-puing makna dan ideologi yang tak terbatas. Berbeda
dari Baudrillard yang melihat tanda sebagai hasil konstruksi simulatif suatu
realitas, Derrida lebih melihat tanda sebagai gunungan realitas yang
menyembunyikan sejumlah ideologi yang membentuk atau dibentuk oleh makna
tertentu. Makna-makna dan ideologi itu dibongkar melalui teknik dekonstruksi.
Namun, baik Baurillard maupun Derrida sepakat bahwa di balik tanda tersembunyi
ideologi yang membentuk makna tanda tersebut.
2.4 Analisis Novel Bekisar Merah
Berdasarkan Semiotiknya
Bab I
o Hujan di sore hari pohon-pohon kelapa di
seberang lembah itu seperti perawan
mandi basah; segar, penuh gairah, dan daya hidup. Pelepah pelepah yang
kuyup adalah rambut basah yang tergerai dan jatuh di belahan punggung.
Batang-batang yang ramping dan meliuk-liuk oleh embusan angin seperti tubuh
semampai yang melenggang tenang dan penuh pesona. Ketika angin tiba-tiba
bertiup lebih kencang pelepah-pelepah itu serempak terjulur sejajar satu arah,
seperti tangan-tangan penari yang mengikuti irama hujan, seperti gadis-gadis
tanggung berbanjar dan bergurau di bawah curah pancuran.
o Lukisan
besar di seberang lembah mendadak mendapat pencahayaan yang kuat dan
menjadikannya lebih hidup. Warna-warninya muncul lebih terang, matra ketiganya smakin
jelas. Muncul pernik-pernik mutiara yang berasal dari pantulan sempurna cahaya
matahari oleh dedaunan yang kuyup dan bergoyang. Dari balik bukit, di langit
timur yang biru-kelabu, muncul lengkung
pelangi. Alam menyelendangi anak-anak perawannya yang selesai mandi besar
dengan kabut cahaya warna-warni.
o Suara beduk dari surau Eyang Mus sudah
terdengar, sayup menyelinap ke hujan. Asar
sudah lewat dan senja hampir tiba. Makin kecil saja kemungkinan Darsa bisa
mengangkat niranya sore ini, karena belum juga tampak tanda-tanda cuaca akan
berubah. Tanda suara beduk mengartikan hari sudah menjelang malam dan waktunya
untuk menjalankan ibadah. Sehingga bila malam mulai dating tidak mungkn lagi
bagi Darsa memanjat pohon untuk mengambil nira kelapa.
o Tubuh ramping Darsa dengan otot kuat dan seimbang serta pundak yang
melengkung ke depan menandakan ia seorang penyadap yang selalu memanjat,
memeluk pohon kelapa menggunakan kekuatan tangan sehingga membentuk tubuh dan
otot yang kuat.
o Mata Lasi yang kaput, kulit kuning langsat,
rambut yang hitam, berlesung pipi menandakan Lasi wanita cantik dan
berketurunan Jepang
o Lasi
yang merasa dingin masuk ke bilik tidur hendak mengambil kebaya. Kebaya disini merupakan gambaran bahwa sifat tradisional
Lasi dalam berpakaian melekat pada dirinya. Dan pada umumnya memang masyarakat
di desa berpakaian masih ke daerahan ataupun menggunakan kebaya.
o Tetapi Lasi yang merasa dingin masuk ke bilik
tidur hendak mengambil kebaya. Dan Darsa mengikutinya, lalu mengunci pintu dari
dalam. Keduanya tak keluar lagi. Ada seekor katak jantan menyusup ke sela dinding
bambu, keluar melompat-lompat menempuh hujan dan bergabung dengan betina di
kubangan yang menggenang.
Pasangan-pasangan kodok bertunggangan dan kawin dalam air sambil terus
mengeluarkan suaranya yang serak dan berat. Induk ayam di emper belakang merangkul
semua anaknya ke balik sayap-sayapnya yang hangat. Udara memang sangat dingin.
Wacana tersebut sebenarnya memaknai bahwa Darsa dan Lasi sedang bermesraan dan
layaknya hubungan suami istri. Pengarang menggunakan semiotic melalui tingkah
pasangan kodok dan ayam serta udara dingin yang mendukung semiotic itu.
o Darsa
pergi ke sumur untuk mengguyur
tubuhnya. Sumur merupakan tempat untuk mengambil air, mencuci dan mandi. Dan
sumur umumnya banyak dijumpai di daerah pedesaan, bukan perkotaan. Disini Darsa menggunakan sumur untuk
membersihkan diri (mandi)
o Lasi mandi
besar lagi meski rambutnya belum sempat kering. Mandi besar maksudnya
membersihkan badan beserta mencuci rambut
o Ketika
tepat berada di tengahnya ia melihat setangkai pelepah pinang kuning tiba-tiba
runduk lalu lepas dari batang dan melayang jatuh ke tanah. Pelepah itu terpuruk
menimpa rumpun nanas liar. Di atas sana pelepah pinang itu meninggalkan mayang putih bersih dan masih setengah
terbungkus selubung kelopak. Darsa merasa seakan baru melihat sebuah kematian.
Mayang putih menyimbolkan bunga putih yang sering dijumpai di sekitar kuburan
o Banyak
celoteh mengatakan bahwa Lasi yang berkulit putih dengan mata dan lekuk pipi
yang khas itu sesungguhnya lebih pantas menjadi istri lurah daripada menjadi istri
seorang penyadap. Umumnya gadis yang cantik dan sempurna fisiknya biasanya
layak menjadi istri dari orang yang tinggi jabatan atau pangkatnya
o Mata
para lelaki tiba-tiba menyala bila
mereka memandang Lasi. Hal ini berarti meyakinkan bahwa Lasi itu memang gadis
yang cantik sehingga mata mereka menyala (tidak mau melewatkan apa yang telah
dilihatnya)
o Emak
Lasi mempunyai nasihat yang jitu: segeralah mandi, menyisir rambut, dan
merahkan bibir dengan mengunyah sirih. Kenakan kain kebaya yang terbaik lalu
sambutlah suami di pintu dengan senyum. Wacana ini merupakan nasihat yang
digunakan untuk menyambut suami dari kelelahannya setelah bekerja. Memerahkan
bibir dengan sirih merupakan salah satu cara merias diri (pengganti lipstick).
Menggunakan kebaya terbaik menunjukkan kecantikan dan kewanitaan. Dengan mandi,
menyisir rambut, dan memerahkan bibir,serta berpakaian rapi merupakan persiapan
diri menyenangkan hati suami, sehingga suami pun menjadi senang walaupun ia
sudah letih dari pekerjaannya
o Beduk kembali terdengar dari surau Eyang
Mus. Magrib. Pada saat seperti itu
selalu ada yang ditunggu oleh Lasi; suara "hung",
yaitu bunyi pongkor kosong yang ditiup suaminya dari ketinggian pohon kelapa.
Untuk memberi aba-aba bahwa dia hampir pulang. Yang menjadi symbol dari wacana
diatas yaitu suara ‘hung’ saat magrib
sebagai penanda Darsa akan pulang
o Lasi
menegakkan kepala ketika terdengar suara "hung". Wajahnya yang semula
tegang, mencair. Kata mencair
merupakan symbol suasana batin senang setelah mendengar suara hung yang ia
anggap suaminya, Darsa akan segera pulang
o Mukri
yang tiba-tiba datang dan mengatakan ada kodok
lompat merupakan mitos yang juga dapat dikatakan proses semiotic menurut
Roland Barthes. Kata ‘jatuh’ adalah hal yang pantang disebutkan bagi kalangan
penyadap ketika ada yang jatuh dari pohon kelapa. Untuk itu masyarakat jadi
tersugesti untuk mengucapkan kodok lompat saat kejadian itu terjadi pada
mereka. Semiotik Kodok lompat ini menjadi penanda bahwa ada seorang penyadap
yang jatuh dari pohon
o Ketika
langit sedetik benderang terlihat awan hitam mulai menggantung. Lasi mengisak
karena mendengar dari jauh suara burung
hantu. Orang Karangsoga sering menghubungkan suara burung itu dengan
kematian.
o Karangsoga, 1961, jam satu siang. Bel di sekolah desa itu berdering. Terdengar ramai
para murid memberi salam bersama kepada guru. Sepuluhan anak lelaki dan perempuan
keluar dari ruang kelas enam. Lepas dari pintu kelas mereka bersicepat
menghambur ke halaman dan langsung diterpa terik matahari. Bel jam satu siang
pertanda aktivitas di sekolah telah berakhir, dan mereka bergegas pulang
o Ketiga
teman sekelas itu biasa menggoda Lasi, baik di dalam kelas apalagi di luarnya.
Kini ketiganya cengir-cengir lagi dan Lasi
menatap mereka dengan mata membulat penuh. Pipinya serta-merta merona. Ada
ketegangan merentang titian pinang sebatang. Lasi menatap bulat dengan pipi
merona menandakan Lasi marah
o "Lasi-pang,
si Lasi anak Jepang," ujar yang satu sambil memonyongkan mulut dan menuding wajah Lasi. Seorang lagi menjulurkan
lidah. Memonyongkan mulut, menuding wajah, menjulurkan lidah menyimbolkan
bahwa mereka mengejek Lasi
o Matanya
yang bulat dan jernih terus memandang Lasi yang masih berurai air mata.
Lama-lama mata Kanjat ikut basah.
Mata yang basah menunjukkan Kanjat ikut bersedih, menangis
o Gadis
di Karangsoga yang menikah pada usia duapuluh menggambarkan social budaya
masyarakat itu sendiri yang menikah di usia muda. Usia duapuluh dan belum
menikah menjadi icon tersendiri bagi masyarakat itu.
o Di timur sinar matahari menyemburat dari balik
bayangan bukit. Puncak-puncak pepohonan mulai tersapu sinar merah kekuningan.
Dari sebuah sudut di Karangsoga pemandangan jauh ke selatan mencapai dataran
rendah yang sangat luas. Wacana diatas menggambarkan suasana pagi dan cahaya
matahari yang mulai menerangi daratan.
o Darsa
mengangkat alis menandakan dia heran atau bahkan terkejut
o Matahari
hampir mencapai pucuk langit, Pertanda hari semakin siang
BAB 3
Pada
bagian ketiga Novel Bekisar Merah karya achmad tohari mengandung semiotik yang
dapat di analisis dan di telaah sebagai berikut :
sebuah
sungai kecil yang bermula dari
jaringan parit-parit alam di lereng gunung sebelah utara Karangsoga. Pada
wilayah yang tinggi Kalirong lebih menyerupai jurang panjang dengan aliran air
jernih di dasarnyanamun tak tampak dari atas karena tertutup semak paku-pakuan
Sungai
Kecil
Tanda dari Kalirong
Batu-batu besar, beberapa diantaranya sangat
besar, teronggok diam seperti pengawal
abadi yang merendam diri sepanjang masa dalam air jernih Kalirong.
pengawal abadi Tanda dari Batu-batu besar
Buahnya
yang kecil dan bulat sering jatuh ke air oleh gerakan berbagai jenis burung
yang sedang berpesta dalam kerimbunan daun pohon besar itu. Plang-plung suara buah beringin menimpa
air.
Plang-plung
suara buah beringin menimpa air ------- Buahnya
yang kecil dan bulat sering jatuh ke air
Seekor
burung merah yang sangat mungil terbang-hinggap pada ranting beringin yang
menjulur, menggantung hampir menyentuh air, menggoyang tangkai-tangkai benalu
yang tumbuh di sana
menggantung hampir menyentuh air,
menggoyang tangkai-tangkai benalu yang tumbuh di sana
Seekor
burung merah yang sangat mungil terbang-hinggap pada ranting beringin yang
menjulur
Kukira
kamu memang salah. Kamu telah menyakiti istrimu. Kamu juga telah mengabaikan
angger-angger, aturan Gusti dalam tata krama kehidupan.
"Sejak
semula saya tidak ingin melakukan kesalahan ini. Sungguh, karena seperti yang
sudah saya katakan, saya juga sudah bisa menduga apa akibatnya. Tetapi
kesalahan itu benar-benar telah saya lakukan.
"Aku
juga harus mengawini Sipah meskipun aku tak menghendakinya.
·
gambar penderitaan
·
melekat
·
berahi
·
mudah memikulnya.
·
menunduk lesu
·
Mengangguk-angguk
·
Menunduk
·
menelan ludah
BAB 4
Kata
“Geisha” yang diperbincangkan oleh Bu Lanting dan Pak Handar beni menunjukkan
perempuan yang cantik identik dengan pelacur khas Jepang hal ini mereka
menyamakan kecantikan Haruko yang nantinya akan disamakan dengan Lasih dari
fisiklinya.
“Ndak
gitu. Untuk nyicipi seorang gadis Jepang, mudah. Aku punya uang. Namun untuk memboyong
dia ke rumah ada halangan politis atau halangan tatakrama, atau smacam itu.”
Kalimat
diatas dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna
tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Maka
tanda tersebut merupakan tanda kekuasaan pak Handarbeni yang dengan mudah
menguasai segalanya dengan uang. Selanjutnya pada kalimat berikutnya, ‘halangan
politis’ dan halangan ‘tata krama’ selanjutnya pada kata ngembari srengenge merupakan penandaan yaitu “mitos” yang menandai
suatu masyarakat atau tokoh dari Pak Handarbeni. Hal ini mitos dari suku Jawa
yang takut nantinya akan kualat. Konotasi dari ngembari srengenge yang
salah satu bahasa jawa ini yang berkembang menjadi asumsi dari symbol ‘kualat’.
Tanda
kata yang dipakai tokoh dalam membicarakan keturnan Jepang sebagai barang
langka, benda-benda antik, atau bekisar. Hal ini menandakan bahwa langkanya itu
diakibatan sedikitnya keturunan Jepang yang tinggal di Indonesia, dan lagi
sangat cantik, bekisar berarti dalam hal ini menjadi peliharaan manis bagi
hidung belang.
Tokoh
handarbeni yang mengatakan dalam ucapannya ‘gagah-gagahan’ menunjukkan sebuah
tanda bahwa hidupnya mengambil seorang perempuan cantik hanyalah untuk menjadi
ajang pamer bagi teman-teman sejawatnya.
Menurt
Zoest satu hal tanda kegilaan dalam seseorang, hal ini tergambar dalam tokoh
Pak Handarbeni, ketika ia menceritakan peristiwa kebetulannya ketika zaman
perang atau kontak senjata ia hanya menikmatinya seperti bermain petasan.
‘Mata
lelaki 61 tahun itu menyala’ kalimat ini menandakan bahwa pak handarbeni
seorang yang tua akan tetapi masih bernapsu besar. Hanya melihat photo saja ia
sudah bergairah dibuktikan dengan hanya memandang photo matanya menyala-nyala.
Ketika
Handarbeni mengamati tiga photo Lasih yang berukuran seluruh badan, setengah
dan close up menandakan bahwa ia ingin jauh mengetahui fisik si Lasih, akan
tetapi mengapa
harus
tiga photo dan berbagai ukuran. Hal ini telah mencerminkan bahwa Pak Handarbeni
ini seorang yang teliti dalam memilih sesuati hal.
Keluguan
dan kemalu-maluan photo Lasih menandakan bahwa Pak Handarbeni tertarik dengan
gadis lugu, sebab juga dijelaskan oleh pencerita bahwa Pak Handarbeni ini tak
sabar lagi untuk menemui Lasih, ketika melihat photonya yang cantik. Hal ini
juga menunjukkan nafsu pria tua ini terhadap seorang gadis.
Bu
Lanting sering membawa Lasih keluar, makan-makan di restoran dan belanja.
Menandakan bahwa bu Lanting ini telah terbiasa untuk menjinakkan dalam artian
seseorang yang akan dijualnya itu berbalas budi padanya hingga semua kemauan Bu
Lanting nantinya akan terturuti oleh Lasih.
“Berkisarku
sudah jinak dan betah di kota” hal ini sebuah ungkapan dan tanda bahwa ini
kepuasan batin Bu Lanting yang telah berhasil membuat Lasih menjadi gadis yang
berbeda dari sebelumnya, gadis yang tiak lugu lagi dan lebih santai.
“Kamu
adalah anakku dan cantik” kalimat ini telah menandakan bahwa Bu Lanting memberi
kenyamanan kepada Lasih agar ia semakin percaya diri, dan semakin mengakrabkan
dirinya kepada Lasih.
Tanda
peristiwa muncul ketika Lasih berada dalam kamar, ketika ia duduk di kamar
seorang diri, Lasi merasa ada kerusuhan besar dalam hatinya. Hal ini menandakan
ada yang berbeda kini dalam dirinya, ada sesuatu yang ia takutkan hingga hatinya
hatinya merasa keruh dan bingung.
Tanda
gerakan mata ketika lasi mendengar bel dan matanya terpaku, hal ini menandakan
ia bertemu seseorang yang membuat ingatan dalam pikirannya bekerja keras.
Matanya kaput, mata sakura. Hal ini menandakan bahwa Lasi memiliki mata serupa
dengan mata seorang Jepang yang terkenal dengan bunga Sakura. Sebenarnya tak
ada kaitan ketika kita membicarakan antara mata dan sakura. Sebab mata adalah
alat indra sedangkan sakura adalah bunga yang khas dari jepang berwarna merah
muda dan mempunyai kelopak berjumlah empat buah. Apakah kita mengkyalkan bahwa
mata Lasi seperti itu. Ini merupakan tanda dari fisik tokoh yang menggambarkan
matanya sipit seperti orang Jepang.
Sebuah
tanda ketika Lasi memakai pakaian kimono, hal ini membuat Lasih diperbuat
seperti layaknya gadis Jepang. Ada maksud tertentu dari seorang Bu Lanting yang
merias Lasi dengan pakaian seperti itu.
Ada
sebuah tanda kembali ditemukan ketika Lasi bertemu Kanjat, ia dengan mudah mengingat peristiwa semasa kecil hal ini menunjukkan
hal itu atau peristiwa tersebut merupakan poeristiwa indah dalam hidup Lasi.
Lalu ketika matanya memerah ingin berpisah hal ini menandakan adanya kesedihan
yang teramat dalam antara mereka berdua, adanya kerinduan yang lama tak bertemu
dan secepat itu berpisah. Sebuah tanda kisah yang romantis dapat kita simpulkan
saat pengarang memposisikan alur antara Lasi dan Kanjat pada episode itu. Dan
senyumnya membuat Lasi memerah. Hal ini menandakan bahwa Lasi tersipu malu.
Semiotik
penggambaran fisik selanjutnya ditemukan ketika Lasi bertemu dengan si tua
Handarbeni, yang mempunyai wajah gemuk hampir membentuk bulatan. Tengkuk dan
dagunya tebal. Hidungnya gemuk dan berminyak.
Hal ini menandakan bahwa pak Handarbeni ialah berperawakan tidak menarik
dan buruk. Seperti yang diceritakan kembali oleh pengarang ia seperti seorng
guru tua. Wajah Lasi merona ini menandakan ia tersipu malu.
Ketika
bertemu dengan Lasi sebuah peristiwa ang menandakan pak Han ini orang yang
menggelikan dengan sikapnya yang seperti orang tua hidung belang, membuat
pembaca merasa rengkuh melihat sikap dan gaya pak Han ini. Sikap Han terkekeh
ketika bertemu dengan Bu Lanting menandakan ia sangat puas dengan Lasi.
Sejak
pulang dari rumah Bu Lanting kanjat terus memikirkan Lasi hal ini bertanda ia
telah jatuh hati dengan Lasi dan selalu berdebar dalam hatinya. Lalu percakapan
antara Kanjat dan Prdi yang mengatakan’ terus terang aku sesungguhnya merasa
kasihan, dan khawatir Lasi akan dijadikan perempuan nggak bener. Hal ini telah
adanya kekuatan batin dan sesuatu hal aneh yang tidak dapat diterima logikanya
oleh Kanjat. Sebab mana ada orang terlalu baik di kota Jakarta ini tanpa adanya
imbalan tertentu apalagi orang seperti bu Lanting. Satu hal yang juga menjadi
titik lemah Kanjat yaitu ketakutannya akan sesuatu hal dan tidak berani
mengambil keputusan secara cepat agar Lasi selamat dari cengkraman Bu Lanting.
Andaikan
saya adalah Mas Kanjat, saya takkan peduli dengan omongan orang Karangsoga.
Kata-kata Pardi ini menandakan 2 pengertian, pertama hal itu berbentuk denotasi
yaitu makna sebenarnya yang mana ia benar-benar mempunyai maksuduntuk menikah
dengan Lasi ataukah hanya makna konotasi sebaliknya dari denotasi yang
bertujuan untuk membuat hati Kanjat ingin memiliki Lasi agar tidak ragu menjadikan
Lasi sebagai istrinya.
Ada
banyak tangan yang berhompim pa satu paling putih yaitu tangan Lasi, hal ini
menandakan kenangan masa kecilnya dulu sulit untuk dilupakan apalagi peristiwa
bersama Lasi dan mengartikan bahwa ternyata Kanjat dari dulu sudah mengagumi
seorang Lasi.
BAB 5
Tanda
berupa anggota badan di gambarkan oleh Lasih pada bab ke lima ini. Ketika ia
lama terbaring di tempat tidur, akan tetapi tak kunjung dapat tidur. Hal ini
menandakan kegelisahan dalam kecamuk hatinya. Ternyata dalam cerita selanjutnya
ia memikirkan pemuda yaitu Kanjat. Dalam batin Lasi ini menggambarkan sebuah
rasa cinta yang tumbuh seketika terhadap pemuda yang ditemuinya tadi. Tapi ia
menemui dua orang lelaki yaitu itu salah seorangnya lagi pak Han, akan tetapi
ini menandakan ia tiada tertarik terhadap Pak Han tersebut.
Tanda
berupa bentuk rumah tergambar juga saat Lasi mengunjungi rumah Pak Han di
Slipi.yang menceritakan kegagahan bangunan itu, lantainya yang putih, ruang
kamarnya yang besar-besar, dapurnya mengkilap, dan ada kolam ikan, perabotnya
jati, dengan bantalan tebal dan empuk.setiap kamar ada kamar mandi yang mewah.
Penggambaran selanjutnya menandakan bahwa Pak Han ini merupakan orang yang kaya
benar.
Tanda
photo dalam rumah Pak Han yaitu sebuah photo Lasi yang di pajang di tembok
rumahnya Pak Han dengan pakaian Kimono yang pernah ia pakai sebelumnya. Hal ini
menandakan Lasi sudah di anggap istimewa oleh Pak Han,
Tanda peristiwa ketika Lasi
mendengar kata-kata dari Bu lanting yang mengatakan bahwa Pak Han menyukainya
dan menginnginkan ia menjadi istrinya. Hal itu membuat Lasi terbelalak, sejenak
terpana dan tiba-tiba sulit bernapas. Wajahnya pucat oleh guncangan yang
mendadak menggoyahkan jiwanya, sepasang akisnya merapat. Lasi gelisah. Tetapi
Bu koneng tak ambil peduli. Hal ini menandakan ada suatu keidak siapannya Lasi
akan hal itu yang membuat hatinya bergemuruh kacau. Apalagi slanjtnya pengarang
mengatakan ia menangis, hal ini membuat tokoh mendapat batin yang begitu keras
dan mendapat pemikiran yang keras untuk memikirkan kehidupannya selanjutnya.
Apalagi dengan sikap Bu Lanting yang acuh dna tak acuh seoalh ia tak peduli
terhadap Lasi dan suatu pemaksaan kecil dengan buaian kesenangan materi yang
akan diterima oleh Lasi. Seta rayuan mautnya agar Lasi ingin menikah dengan Pak
Han.
Tnpa ekspresi muka Lasi ketika
mendengar perkataan Bu Lanting, kerut-kerut di keningnya semakin jelas. Ini
sebuah tanda kebingungan yang dialami oleh Lasi. Apalagi ketika membahas surat
cerai yang menurut Bu Lanting sangat mudah. Hal ini menunjukkan apapun di dunia
ini sangat mudah di urus apabila ada uang banyak. Menggambarkan persoalan hidup
kekinian juga.
Sebuah
tanda perasaan yang dialami oleh Lasi
muncul ketika ia menangis untuk meminta surat-surat dari Darsa dan kemudian akan
menikah dengan Pak Han ia teringat dengan Kanjat. Ini bertanda ada hati yang
telah disimpannya untuk Kanjat. Dan tanda peristiwa lama yang cepat muncul
dalam pikiran Lasi ketika sebuah peristiwa pengkhianatan kembali terbuai dalam
perjalanan hidupnya tersebut.
BAB 6
Banyak mata lelaki menatap Lasi
Hal ini
menandakan bahwa Lasi adalah benar-benar adalah seorang perempuan yang amat
cantik. Sehingga setiap mata lelaki yang melihatnya akan sangat terkesima
karena mengangumi kecantikan yang nyaris sempurn ayang dimiliki oleh Lasi.
Lasi
bisa menjadi boneka cantik yang penurut, ia akan mendapat apa yang
diinginkannya betul.
Menjadi
boneka yang cantik dan penurut maksud Handarbeni disini adalah Lasi tetap
menjadi istrinya yang cantik, yang selalu menuruti apa mau dari Handarbeni maka
selagi Lasi dapat bersikap baik padanya, dia akan menuruti semua keinginan
Lasi.
Handarbeni memanjakan Lasi sebagai seorang penggemar unggas
menyayangi bekisarnya
Pada
kalimat ini yang dimaksudkan sebagai penggemar unggas adalah Handarbeni dan
yang dimaksudkan bekisar adalah Lasi. Yang mana Handarbeni sangat
menyayangi dan tak ingin kehilangan Lasi
sang Bekisar. Seperti yang kita ketahui, bekisar adalah unggas elok hasil kawi
silang antara ayam huta dan ayam biasa. Sedangkan bekisar yaitu Lasi adalah
hasil keturunan antara orang Jepang dan Indonesia, namun hasilnya sanagt
sempurna yaitu Lasi. Karena kecantikan Lasi lah Handarbeni tidak ingin
kehilangannya.
“ Ya, Las. kamu memang diperlukan Pak Han
terutama untuk pajangan dan gengsi, “
Pajangan
yang dimaksud adalah diri Lasiyah. Lasi dianggap sebagai pajangan karena
sesungguhnya yang dibanggakan dari dirinya adalah kecantikannya yang bisa
ditunjukkan kepada semua orangsehingga dapat menambah gengsi dari Handarbeni.
Kecuali beberapa anak. Mereka mengelilingi mobil Lasi,
masinh-masing dengan mata membulat
Mata
anak-anak membulat melihat mobil Lasi. Hal itu menandakan bahwa mobil Lasi
tersebut sangat menarik perhatian anak-anak disitu. Biasanya hal yang menarik
perhatian adalah benda-benda yang mahal, dan jarang ditemukan di daerah itu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa mobil Lasi sangat menatik perhatian karena
harganya sangat mahal dan bagus.
Sangat
jelas mereka mengambil jarak
Pada
umumnya oaring-orang yang mengambil jarak keppada seseorang karena disebabkan
oleh bebrapa hal. Dan pada penggalan yang berikutnya, dapat disimpulkan bahwa
orang-orang yang dahulu dekat dengan Lasi kini menjaga jarak karena telah
merasa tidak pantas sebab kini Lasi telah berbeda kasta denagn mereka. Lasi
kini telah menjadi orng kaya bukanlai Lasi yang mereka kenal dahulu.
Semua orang ingin memperlihatkan keakraban kepadanya dan
wajah mereka cerah ketika diajak berbicara
Wajah
mereka (orang-orang karangsoga) cerah
ketika diajak berbicara oleh Lasi. Padahal mereka selalu memandang rendah Lasi,
ketika Lasi masih sangat miskin, bahkan mengolok-olok Lasi ketika dia
dikhianati oleh Darsa suaminya.
Mulut
mbok Wiryaji tiba-tiba rasa terkunci
Hal ini
menandakan bahwa mboknya tidak lagi merasa bisa berbicara seenaknya kepada
Lasik arena kini Lasi tak lagi seperti dulu. Kini Lasi sudah sangat berbeda
ketika dia telah menikah dengan orang kaya.
Kantong matanya menggantung dan tulang
pipinya menonjol.
Kalimat
ini menggambarkan keadaan eyang Mus. Hal ini menandakan bahwa eyang Mus tak
lagi sesegar dan sesehat dahulu. Tubuhnya telah renta dan usia yang semakin
senja telah berhasil menggerogoti tubuhnya.
Wajah Lasih mendadak terasa hangat.
Hal ini menandakan
bahwa Lasi sangat terkejut mendengar pernyataan tentang Kanjat yang kini telah
memiliki seseorang yang sedang dekat dengannya.
Wajah Lasi merah.
Wajah
Lasi yang memerah ini menandakan bahwa
ia malu karena segala sesuatu tentang dirinya yang terdahulu diketahui pasti
oleh Pardi. Apalagi kektika kejadian dia melarikan diri dari Karangsoga dan
minggat ke Jakarta.
Mata Pardi menyala ketika melihat pipi Lasi merona.
Melihat
pipi Lasi yang merona karena malu, mata Pardi pun menyala. Pardi merasa menang
karena dapat membuat Lasi merasa malu.
Kanjat mengerutkan kening.
Kanjat
berusaha memahami kata-kata yang dimaksudkan oleh Lasi tentangnya.
BAB 7
Dia tidak berkutik di bawah ketiak istri pertamanya yang
peyot dan nyinyir.
Hal ini
menandakan bahwa Handarbeni sangat takut pada isttrinya. Istrinyalah yang
berkuasa terhadap Handarbeni.
Mata Lasi menyala ketika melihat liontin de beers
Mata Lasi
menyala, menandakan bahwa ia sangat terkesan dengan kalung yang kini ada di
lehernya. Apalagi ketika mengingat kata-kata bu Lanting yang menyebutkan bahwa
kalung tersebut asli.
Bibir Lasi gemetar setelah bu
Lanting mengatakan kalung itu asli.
Hal itu
ketika mengingat kata-kata bu Lanting yang menyebutkan bahwa kalung tersebut
asli.
Sebab
setahunya, kalung yang asli harganya sangat tinggi.
BAB 8
Kamu sudah menerima Kalung dari Pak
Bambung berarti imbalan bagi Lasi atau seperti Lasi sudah di bayar selama satu
malam oleh Pak Bambung. Kalung sebagi imbalan menurut kami telah cocok sebagai
simbol imbalan karena Lasi suka perhiasan itu
Sampah yang dicampakkan ke dalam
keranjang berarti tak berarti lagi bagi pak Handarbeni sehingga dicamppakkan
begitu saja.
Bekisar kesayangannya berarti seorang yang sangat cantik seperti
bekisar yang dikyrung di sangkar emas (rumah mewah), sebagai pajangan karena
Handarbeni seorang impoten.
Kamu akan makin Berkibar berarti ia akan makin kaya karena pak Bambung
lebih kaya daripada Handabeni.
Si mata gatal artinya laki-laki yang suka menggoda
perempuan.
Matanya menyapu sekeliling ruang tamu artinya ia manatap sekelilingnya.
Lambang payung kehidupan berarti tempat berteduh
Kanjat terbatuk berarti terkejut
karena disuruh menemui dan berbicara pada Lasi.
Buah ejekan di kampung ini berarti bahan ejekan.
Ke sebuah rumah anggun berarti rumah Pak Bambung
yang diberikan untuk Lasi.
Bebek manila
berarti julukan Bu Lanting
Agen tai kucing berarti julukan Bu Lanting sebagai
agen yang menjual Lasi
Bambung Bandot tua berarti julukan
Bambung.
Tidak boleh ada matahari kembar atau dua
pucuk kekuatan artinya tidak boleh ada
dua orang yang memimpin.
Belantik kekuasaan berarti bawahan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Semiotika berasal dari kata Yunani:
semeion, yang berarti tanda. Semieon merupakan istilah yang digunakan
oleh orang Greek untuk merujuk kepada ilmu yang mengkaji sistem perlambangan
atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Inilah akar dari terbentuknya istilah semiotik, yaitu kajian sastra yang meneliti
sistem perlambangan dan berhubung dengan tanggapan dalam karya. Semiotik juga dapat dikatakan sebuah disiplin
ilmu umum yang mengkaji sistem perlambangan di setiap bidang kehidupan. Ia
bukan saja merangkum sistem bahasa, tetapi juga merangkum lukisan, maupun
pementasan drama. Oleh sebab itu kajian semiotik dapat diterapkan ke
berbagai bidang ilmu dan boleh dijadikan
asas kajian sebuah kebudayaan